Para pelajar SDN Pulau Harapan 01 Pagi dan fasilitator dari Sharp Greenerator menanam mangrove / Listia Masruroh/Koaksi Indonesia
Para pelajar SDN Pulau Harapan 01 Pagi dan fasilitator dari Sharp Greenerator menanam mangrove / Listia Masruroh/Koaksi Indonesia

Sekelompok anak muda menginisiasi gerakan World Cleanup Day atau aksi bersih-bersih sedunia di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta. Mereka adalah Sharp Greenerator, komunitas anak muda peduli lingkungan yang berangkat dari Bogor, Jawa Barat.

KOAKSI INDONESIA Acara yang digelar pada 22–23 September 2023 tersebut menggandeng pelajar SDN Pulau Harapan 01 Pagi untuk membersihkan sampah di sepanjang pantai dan kawasan di sekitar sekolah. Tak hanya sampai di situ, mereka diajak membuat ecobrick dari sampah plastik. Berdasarkan penuturan ketua pelaksana kegiatan, kreasi ecobrick ditujukan sebagai solusi atas keresahan permasalahan sampah yang tak kunjung usai.

Paru Ramadhan, ketua pelaksana kegiatan mengungkap bahwa keputusan dilaksanakannya acara di Pulau Harapan berdasarkan survei yang telah dilakukannya. Survei tersebut mengungkap fakta bahwa persoalan sampah di sana belum dikelola dengan baik. Masyarakatnya hidup di atas lahan dan jalanan yang ditimbun dari sampah. Dia menambahkan, pemilihan pelajar sekolah dasar sebagai target atas saran dari para fasilitatornya terkait alasan regenerasi.

Baca juga: Start-Up Pengelolaan Sampah, Terobosan Green Jobs oleh Generasi Milenial Menuju Bonus Demografi

Memilah sampah sebelum diolah menjadi <em>ecobrick</em>/ Listia Masruroh/Koaksi Indonesia
Memilah sampah sebelum diolah menjadi ecobrick/ Listia Masruroh/Koaksi Indonesia

Koaksi Indonesia, BOS Foundation, dan Yayasan Terangi merupakan fasilitator dari Sharp Greenerator. Semua fasilitator hadir mendampingi pelaksanaan World Cleanup Day di Pulau Harapan, termasuk Koaksi Indonesia. Organisasi yang bergerak di bidang energi terbarukan ini menjadi fasilitator Sharp Greenerator sejak tahun 2021. Selama 2 tahun, Koaksi Indonesia membersamai Sharp Greenerator melaksanakan aktivitas hijau yang menyasar pemuda dengan kegiatan-kegiatan kreatif.

“Ketika menyurvei permasalahan sampah di sana, kami menemukan fakta unik bahwa sampah ditimbun untuk dijadikan reklamasi kecil-kecilan menambal jalan dan lahan yang bolong-bolong. Kalau hanya ditimbun, sampah akan bau dan lama terurainya. Kami berpikir untuk mengolah sampah itu menjadi ecobrick. Saran dari fasilitator, kalau targetnya ibu-ibu dan bapak-bapak, program ini akan sulit terlaksana karena orientasi mereka sudah material. Maka kami menyasar anak-anak untuk regenerasi ecobrick,” ujar Paru Ramadhan yang kerap disapa Rama.

Kurniawan selaku pemuda Karang Taruna perwakilan mitra dalam acara tersebut mengungkapkan keresahan yang sama. Menurutnya, sampah kiriman dari laut rutin menyapa Pulau Harapan semenjak dia kecil.

Baca juga: Berkunjung Ke Kapal Race for Water Odyssey: “Tentang Kolaborasi Isu Laut, Sampah, dan Energi Terbarukan”

“Meski kini terdapat TPA, namun TPA itu belum mampu menampung sampah yang ada. Ditambah dengan kesadaran warga yang belum utuh akan pengolahan dan pemilahan sampah,” ujar Kurniawan.

Para pelajar SDN Pulau Harapan 01 Pagi bersemangat mempraktikkan pembuatan <em>ecobrick</em> dalam World Cleanup Day / Listia Masruroh/Koaksi Indonesia
Para pelajar SDN Pulau Harapan 01 Pagi bersemangat mempraktikkan pembuatan ecobrick dalam World Cleanup Day / Listia Masruroh/Koaksi Indonesia

Aktivis lokal berusia 24 tahun itu menambahkan bahwa sampah di Pulau Harapan tidak hanya datang dari domestik dan laut, tetapi juga dari aktivitas wisata.

Sependapat dengan hal tersebut, Endang Tatang Hidayat, staf Taman Nasional Kepulauan Seribu yang bertugas di Pulau Harapan mengatakan bahwa aktivitas wisata menambah daftar panjang sampah yang masuk ke pulau.

“Isu sampah itu termasuk yang terjadi di sini karena menjadi salah satu pulau yang ramai dikunjungi wisatawan. Isu lainnya adalah kebutuhan lahan untuk pembangunan rumah karena masyarakat bertambah. Namun di sisi lain, jumlah lahan tidak bertambah, sehingga masyarakat mencari solusi untuk membangun,” ujarnya selepas acara penanaman mangrove yang menjadi bagian dari World Cleanup Day tersebut.

Kurniawan menambahkan, masyarakat membangun rumah dan lahan dari timbunan sampah. Setiap rumah yang memiliki lahan kosong akan dijadikan tempat pembuangan sampah.

“Masing-masing rumah pasti ada karena mereka membangunnya (lahan dan rumah, red) dari sampah,” ujar Kurniawan.

Berdasarkan pengamatan penulis, kantong-kantong besar berisi sampah yang dikumpulkan oleh anak-anak itu total beratnya 35 kg. Sampah-sampah tersebut disetorkan ke TPA Pulau Harapan. Usai mengumpulkan sampah, anak-anak diberikan edukasi dan praktik mengenai pembuatan ecobrick.

Tim Sharp Greenerator bersama fasilitator kemudian bergerilya menuju Pulau Bulet keesokan harinya. Mereka melakukan kampanye ke setiap wisatawan yang datang untuk membawa kembali sampahnya pulang.

Baca juga: Mengolah Sampah Jadi Listrik Melimpah

Masuk dengan Akun Anda

Daftar Akun baru

Register