Visi Indonesia untuk Masa Depan yang Berketahanan Iklim
Ilustrasi visi Indonesia menjadi negara maju dengan ekonomi hijau/Freepik
Di tengah tantangan global akibat perubahan iklim, Indonesia berusaha mewujudkan visinya untuk masa depan yang berketahanan iklim. Bagaimana merealisasikan visi itu?
GREEN JOBS.ID–Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP28) mengungkapkan realitas yang mengkhawatirkan, yaitu dunia belum berada pada jalur yang tepat untuk mencapai target Perjanjian Paris. Laporan Global Stocktake pertama dari UNFCCC menunjukkan bahwa pendanaan dari negara-negara maju belum mencukupi dan dukungan untuk adaptasi iklim masih jauh dari memadai. Berdasarkan hasil tersebut, negara-negara harus sigap untuk menetapkan kebijakan iklim yang lebih ambisius atau menyumbangkan lebih banyak pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang mengadopsi energi ramah lingkungan. Krisis iklim memburuk dan diperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dapat tergerus hingga 13% pada tahun 2100.
Sekalipun sebagai negara yang rentan terhadap perubahan iklim, Indonesia tetap berusaha mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, yaitu Indonesia yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Untuk mencapai visi itu, Indonesia telah menerapkan berbagai strategi dalam koridor pembangunan yang berketahanan iklim.
Visi Indonesia Emas 2045
Dalam 20 tahun ke depan, Indonesia bertekad menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dengan visi “Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”. Visi ini diwujudkan melalui lima sasaran utama.
- Pendapatan per kapita setara negara maju: Meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia.
- Kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang: Memastikan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat: Meningkatkan peran dan posisi Indonesia di kancah global.
- Daya saing sumber daya manusia meningkat: Mempersiapkan tenaga kerja Indonesia yang kompetitif dan berdaya saing tinggi.
- Intensitas emisi GRK menurun menuju Net Zero Emissions (NZE): Mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.
Transformasi Menuju Ekonomi Hijau
Ilustrasi ekonomi hijau/Freepik
Untuk mencapai visi tersebut, Indonesia melaksanakan transformasi menuju ekonomi hijau dengan menjadikan pembangunan rendah karbon dan pembangunan berketahanan iklim sebagai fondasi utama. Ekonomi hijau merupakan model pembangunan yang menyinergikan pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan, memastikan aktivitas ekonomi lebih berkelanjutan dan inklusif.
Dalam salah satu konferensi di Katadata SAFE 2024, Ferry Latuhihin, pakar tim kampanye nasional Prabowo-Gibran, menyatakan arah kebijakan ekonomi hijau sebagai berikut.
- Transisi energi terbarukan: Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengembangkan energi bersih.
- Ekonomi sirkular dan bioekonomi: Mendorong penggunaan sumber daya secara efisien melalui prinsip 9R: Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle, Recover.
- Pengelolaan hutan lestari: Memastikan pengelolaan hutan yang berkelanjutan untuk menjaga keanekaragaman hayati.
- Tenaga kerja hijau: Menciptakan lapangan kerja yang ramah lingkungan dan mendukung transformasi ekonomi hijau.
Target pertumbuhan ekonomi pada periode 2025—2045 adalah 6—7%. Melalui intervensi ekonomi hijau, pertumbuhan PDB rata-rata diharapkan mencapai 6,22% dengan pencapaian NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Ekonomi Sirkular sebagai Akselerator Ekonomi Hijau
Indonesia mengadopsi ekonomi sirkular sebagai akselerator dalam mencapai ekonomi hijau. Model ini bertujuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya, memperpanjang masa guna produk, dan mengembalikan sisa produksi ke dalam rantai nilai. Sektor prioritas meliputi makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, elektronik, dan retail (kemasan plastik).
Ekonomi sirkular tidak hanya bermanfaat dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam sektor lain. Dalam konferensi yang sama, Ferry menyatakan manfaat ekonomi sirkular terhadap tiga sektor.
- Ekonomi: Meningkatkan PDB sebesar Rp 593—Rp 638 triliun pada tahun 2030.
- Sosial: Menciptakan 4 juta lapangan kerja hijau dengan 75% di antaranya adalah tenaga kerja perempuan.
- Lingkungan: Mengurangi timbulan limbah sebesar 28—52% dan berkontribusi pada penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 pada tahun 2030. Dengan mengurangi emisi sebanyak itu, kita dapat memperlambat laju perubahan iklim, mengurangi frekuensi dan intensitas bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai yang semakin sering terjadi akibat suhu global yang naik. Kualitas udara juga akan meningkat, yang berujung pada penurunan angka penyakit pernapasan dan penyakit kardiovaskular.
Pemberdayaan Perempuan dalam Ekonomi Sirkular
Ilustrasi perempuan dalam ekonomi sirkular/Freepik
Ekonomi sirkular menawarkan peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan. Penelitian menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam ekonomi sirkular berdampak positif pada berbagai aspek kehidupan. Sebuah publikasi dari Media Indonesia Publishing berjudul Perempuan Berkarya Menggapai Mimpi, Masyarakat Sejahtera Hutan Lestari, menemukan bahwa meningkatkan partisipasi perempuan dalam sektor-sektor ekonomi sirkular dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam program tersebut terungkap bahwa kontribusi perempuan membuat tingkat serapan karbon di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya menjadi berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada 2030.
Selain itu, laporan International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa pekerjaan hijau, yang merupakan bagian dari ekonomi sirkular, memiliki potensi besar untuk menciptakan peluang yang lebih inklusif bagi perempuan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.