Urban Farming: Solusi Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Pelestarian Lingkungan
Ilustrasi praktik urban farming di perkotaan/Freepik
Bagaimana urban farming dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan?
GREEN JOBS.ID–Jumlah penduduk perkotaan terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase penduduk Indonesia di perkotaan mencapai 56,7% pada 2020 dan diprediksi meningkat menjadi 66,6% pada 2035. Peningkatan ini akan menyebabkan peningkatan permintaan pangan di perkotaan, sedangkan lahan untuk menghasilkan produk pangan sangat terbatas. Akibatnya, perkotaan mengandalkan perdesaan untuk memenuhi kebutuhan itu. Di sisi lain, dampak negatif perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan perubahan pola cuaca berpotensi menurunkan produksi pangan.
Pertanian perkotaan (urban farming) berpotensi mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran untuk menerapkannya secara bertahap mulai sekarang.
Manfaat Pertanian Perkotaan
- Ketahanan Pangan
Urban farming menyediakan akses mudah ke makanan segar dan bergizi bagi penduduk perkotaan, sehingga mengurangi ketergantungan pada rantai pasok pangan yang panjang dan rentan. - Pelestarian Lingkungan
Penanaman di kota membantu mengurangi emisi karbon yang terkait dengan transportasi pangan jarak jauh. Selain itu, tanaman perkotaan dapat meningkatkan kualitas udara dan mengurangi efek pulau panas perkotaan. - Pemberdayaan Komunitas
Pertanian perkotaan sering kali melibatkan anggota komunitas dalam penanaman dan pengelolaan kebun, sehingga meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan solidaritas sosial. - Penggunaan Ruang Kreatif
Urban farming memanfaatkan ruang-ruang yang tidak terpakai, seperti atap bangunan, halaman belakang, dan lahan kosong, untuk menghasilkan pangan.
Tantangan Pertanian Perkotaan
- Keterbatasan Lahan
Salah satu tantangan terbesar adalah menemukan lahan untuk dijadikan pertanian di lingkungan perkotaan yang padat. Lahan di perkotaan umumnya diperuntukkan bagi perumahan, industri, dan kantor.
Solusi:
- Di Jakarta, misalnya, banyak atap gedung atau ruang yang tidak terpakai dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan buah-buahan, sehingga mengurangi biaya pendinginan gedung.
- Menggunakan teknologi untuk menanam tanaman secara vertikal (vertical farming) dalam bangunan tertutup, meningkatkan efisiensi ruang dan kontrol terhadap lingkungan tumbuh.
- Sistem pertanian akuaponik yang menggabungkan budi daya ikan dengan penanaman tanaman tanpa tanah (hidroponik), memanfaatkan siklus nutrisi tertutup untuk produksi pangan yang efisien.
Ilustrasi akuaponik (budi daya ikan dan tanaman dalam satu lokasi)/Freepik
- Jenis Tanaman
Jenis tanaman merupakan salah satu tantangan utama dalam pertanian perkotaan. Memilih tanaman yang tepat menjadi penting karena keterbatasan lahan, iklim mikro, dan kondisi tanah yang bisa sangat berbeda dengan pertanian di perdesaan.
Beberapa contoh tantangan terkait jenis tanaman dalam urban farming.
- Kondisi Tanah dan Ruang: Banyak lahan perkotaan yang terkontaminasi polutan atau memiliki kualitas tanah yang buruk, sehingga tidak mendukung pertumbuhan tanaman tertentu.
Solusi: Ada 13 jenis tanaman, yaitu selada, timun, bayam, tomat, pakcoy, seledri, sawi hijau, tomat ceri, paprika, tomat, cabai, daun bawang, dan kangkung yang memiliki siklus pertumbuhan pendek dan tidak membutuhkan tanah yang dalam bisa menjadi pilihan ideal.
- Polusi Udara: Tanaman yang sensitif terhadap polusi, seperti tomat, timun, terong, dan selada, mungkin tidak tumbuh dengan baik di wilayah yang padat polusi. Polusi udara dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil panen.
Solusi: Tanaman yang lebih tahan terhadap polusi, seperti tanaman sukulen serta penggunaan teknik pertanian vertikal dan hidroponik dapat membantu mengatasi masalah ini.
- Keterbatasan Sumber Daya
Pertanian perkotaan (urban farming) menghadapi tantangan besar terkait keterbatasan sumber daya, terutama dalam akses terhadap air, lahan, dan peralatan. Keterbatasan ini tidak hanya memperlambat pengembangan pertanian perkotaan, tetapi juga menambah beban biaya produksi dan operasional.
Salah satu solusi mengatasi keterbatasan ini dengan penerapan sistem rooftop greenhouse (rumah kaca di atap bangunan) dan smart rainwater harvesting (penampungan air hujan). Penelitian dari IPB University menunjukkan bahwa kedua sistem ini selain bisa menjadi solusi urban farming di perkotaan yang minim lahan, juga bisa menjadi solusi pengoptimalan air. Smart rainwater harvesting (penampungan air hujan) telah diterapkan di beberapa lokasi urban farming. Air yang berhasil ditampung kemudian digunakan untuk irigasi otomatis di atap.
- Peran Pemerintah
- Kebijakan
Pemerintah perlu membuat kebijakan dan strategi agar secara bertahap urban farming dapat terlaksana dengan baik. Tahapan tersebut direalisasikan dalam jangka waktu tertentu, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Kurangnya kebijakan yang mendukung dapat menghambat perkembangan urban farming seperti terlihat dalam salah satu studi kasus di Kelurahan Bambankerep, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.
Pihak kelurahan, dinas pertanian, dan KWT (Kelompok Wanita Tani) sudah sangat antusias dan paham mengenai program yang akan mereka laksanakan. Program ini pun sudah sesuai dengan Peraturan Walikota Semarang Nomor 24 Tahun 2021 Pasal 6 yang menegaskan bahwa gerakan pembudayaan pertanian perkotaan dilaksanakan dengan sosialisasi, pembinaan, pelatihan, dan konsultasi, serta melibatkan dinas dan pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaannya.
Seiring dengan waktu, penurunan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan urban farming memengaruhi kinerja para petani yang sangat bergantung pada bantuan tersebut dalam menjaga produktivitas dan kesinambungan usaha pertanian mereka.
- Gerakan Urban Farming
Ilustrasi masyarakat melakukan urban farming di atap gedung/Freepik
Agar lebih banyak orang yang tergerak untuk terlibat dalam inisiatif ini, berikut beberapa contoh peran pemerintah. Mengedukasi masyarakat mengenai manfaat dan teknik urban farming dapat dilakukan melalui sosialisasi program urban farming di seluruh lapisan masyarakat, termasuk organisasi dan instansi. Setelah itu, pemberian pelatihan.
Pemerintah juga perlu memberikan lahan terbuka, sarana, dan prasarana kepada masyarakat untuk melaksanakan urban farming sesuai dengan edukasi dan pelatihan yang telah mereka peroleh.
Pembentukan badan khusus untuk menangani urban farming memungkinkan berbagai program tersebut berjalan optimal. Dengan demikian, urban farming dapat menjadi gerakan budaya di masyarakat untuk mendukung ketahanan pangan.