Perubahan Iklim dan Dampaknya ke Biodiversitas: Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Melindungi Spesies yang Terancam Punah?
Ilustrasi biodiversitas/Freepik
Perubahan iklim telah menimbulkan berbagai konsekuensi negatif terhadap biodiversitas. Salah satunya, mengancam keragaman spesies. Hilangnya keragaman akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan manusia.
GREEN JOBS.ID—Perubahan iklim telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati global saat ini. Peningkatan suhu dan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem serta perubahan pola curah hujan berdampak langsung pada berbagai ekosistem dan spesies di seluruh dunia. Dampak ini tidak hanya mengancam spesies yang sudah terancam punah, tetapi juga mengubah keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
Sebagai negara yang kaya akan keberagaman hayati, spesies dan ekosistem di Indonesia juga berisiko tinggi mengalami dampak negatif perubahan iklim. Berikut beberapa contoh spesies dan ekosistem Indonesia yang terancam keberadaannya akibat perubahan iklim.
Perubahan iklim, perburuan, dan deforestasi mengancam Harimau Sumatra/Freepik
- Harimau Sumatra
Harimau Sumatra, yang sudah menghadapi ancaman dari perburuan dan hilangnya habitat, juga mengalami ancaman perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan dan suhu bisa mengganggu rantai makanan dan habitat yang mereka andalkan untuk bertahan hidup. Selama adanya deforestasi, populasi Harimau Sumatra akan menurun.
- Terumbu Karang
Perubahan iklim mendorong kenaikan suhu permukaan laut. Air laut yang terlalu panas membuat karang menjadi “stres”, sehingga warnanya berubah menjadi putih. Dalam kondisi seperti itu, karang rentan terhadap penyakit dan mudah mati. Padahal, terumbu karang sangatlah vital bagi bumi. Terumbu karang mampu menampung 25% dari semua spesies laut. Apabila terumbu karang mati, pola makan ikan akan terganggu dan berdampak ke mata pencaharian para nelayan. Pada akhirnya, akan mengganggu pemenuhan nutrisi kita dari protein hewani.
- Hutan Mangrove
Hutan mangrove Indonesia, yang berfungsi sebagai penahan erosi pantai dan penyerap karbon, juga berada dalam risiko. Kenaikan permukaan laut dan perubahan pola hujan dapat menyebabkan degradasi hutan mangrove, yang juga akan berdampak negatif pada spesies yang bergantung pada ekosistem ini, seperti ikan, burung, dan invertebrata, sehingga rehabilitasi mangrove harus segera dilakukan.
- Rawa Gambut
Mengutip Peran Kritis Lahan Gambut dalam Mitigasi Perubahan Iklim di Kalimantan Barat. Ekosistem rawa gambut, salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia, sangat rentan terhadap kekeringan dan kebakaran hutan yang lebih sering terjadi akibat perubahan iklim. Degradasi rawa gambut tidak hanya mengancam biodiversitas, tetapi juga memperparah emisi gas rumah kaca.
Dampak Perubahan Iklim pada Biodiversitas
Orangutan Kalimantan di Suaka Margasatwa Lamandau, Kalimantan Tengah/Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
- Gangguan Musiman
Perubahan iklim mengganggu siklus musiman banyak spesies untuk bertahan hidup, termasuk waktu migrasi burung dan musim kawin yang dapat mengurangi keberhasilan reproduksi. Sebuah penelitian terhadap 201 populasi burung liar menunjukkan perubahan iklim telah mengakibatkan penurunan reproduksi burung, sebagaimana dikutip dari National Geographic Indonesia.
- Perubahan Habitat
Pemanasan global menyebabkan perubahan dalam distribusi habitat alami, memaksa spesies bermigrasi ke daerah yang lebih sejuk atau menghadapi risiko kepunahan. Misalnya, spesies yang bergantung pada lingkungan pegunungan di Indonesia, seperti Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), terpaksa naik ke area yang lebih tinggi untuk mencari habitat yang sesuai.
- Penurunan Populasi Spesies
Peningkatan suhu dan perubahan pola cuaca dapat mengurangi ketersediaan makanan dan air. Padahal, air menjadi sumber kehidupan makhluk hidup. Kekurangan makanan dan air lama-kelamaan menurunkan populasi spesies. Di Indonesia, Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) mengalami penurunan populasi karena habitat mereka makin berkurang dan makanan menjadi lebih sulit didapatkan akibat deforestasi (penebangan liar) dan perubahan iklim.
- Peningkatan Penyakit dan Invasi Spesies Asing
Perubahan iklim dapat meningkatkan prevalensi penyakit dan memungkinkan spesies invasif menyebar ke daerah baru, menekan spesies asli dan mengganggu ekosistem lokal. Di Indonesia, ada tiga spesies yang diteliti, yaitu Katak Ekor Pantai (Ascaphus truei), Katak Kaki Sekop (Spea intermontane), dan Katak Pohon Pasifik (Pseudacris regilla). Ketiga spesies tersebut yang termasuk ordo Anura ini memiliki ketergantungan tinggi terhadap kondisi lingkungan. Salah satu pengaruh nyata perubahan iklim yang terlihat adalah lemahnya kemampuan meloncat katak. Kemampuan meloncat katak yang lemah disebabkan pengaruh dehidrasi berat yang mengganggu pertukaran ion dalam sel katak.
Selain itu, spesies invasif seperti Kerang Zebra (Dreissena polymorpha) mulai menginvasi beberapa danau di Indonesia. Akibatnya, kehidupan spesies asli seperti Kerang Air Tawar terancam.
Strategi untuk Konservasi dan Perlindungan Biodiversitas
BRIN berhasil mencatat 88 penemuan jenis baru yang telah dideskripsikan/BRIN
- Pengelolaan dan Perlindungan Habitat
Indonesia telah menciptakan dan mengelola banyak kawasan lindung, seperti Taman Nasional Way Kambas di Lampung, yang menyediakan tempat perlindungan bagi Gajah Sumatra dan spesies lain yang terancam.
- Restorasi Ekosistem
Program restorasi hutan mangrove di pesisir pantai utara Jawa merupakan contoh nyata upaya pemulihan habitat yang rusak. Habitat yang telah pulih tidak hanya meningkatkan ketahanan ekosistem terhadap perubahan iklim, tetapi juga menyediakan lingkungan yang sehat bagi spesies seperti Raja Udang Biru (Alcedo coerulescens) dan Dara Laut Jambul (Thalasseus bergii).
- Pembentukan Koridor Ekologis
Di Sumatra, koridor ekologis antara Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan telah dibentuk untuk mengantisipasi dan meminimalisasi ancaman terhadap hewan, khususnya jerat. Dengan demikian, memungkinkan spesies seperti Harimau Sumatra bergerak bebas mencari makanan dan pasangan.
- Konservasi Eksitu dan Insitu
Taman Safari Indonesia (TSI) di Bogor merupakan salah satu konservasi eksitu yang melakukan kegiatan konservasi satwa liar langka Indonesia yang terancam punah. Sementara itu, dalam kegiatan konservasi insitu, kerja sama TSI Bogor, Yayasan Konservasi Alam dan Satwa Indonesia (KASI), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berhasil melepasliarkan total 45 ekor burung jalak putih (Acridotheres melanopterus) di wilayah TSI Bogor yang juga merupakan wilayah persebaran asli burung ini. Tujuan pelepasliaran jalak putih yang dilakukan pada Juni 2016 dan Juli 2018 ini telah tercapai yang ditandai dengan perkembangan populasi jalak putih yang meningkat di wilayah TSI Bogor.
- Penelitian dan Pemantauan
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) secara aktif memantau perubahan dalam populasi spesies dan ekosistem. Badan ini menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mencegah kepunahan hewan dan tumbuhan yang terancam oleh deforestasi dan perubahan iklim. Penelitian adaptasi spesies terhadap perubahan iklim juga terus dilakukan untuk mengembangkan strategi konservasi yang efektif.
- Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat
Program pendidikan di sekolah-sekolah dan kampanye lingkungan seperti Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Indonesia merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keanekaragaman hayati dan dampak perubahan iklim.
- Kebijakan dan Regulasi yang Mendukung
Salah satunya, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Penurunan emisi gas rumah kaca akan mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Oleh karena itu, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap biodiversitas.
Upaya konservasi tidak hanya penting untuk kelangsungan hidup spesies tertentu, tetapi juga untuk kesehatan dan keseimbangan ekosistem. Kita hidup di ekosistem dan memenuhi kebutuhan hidup kita juga dari ekosistem. Oleh karena itu, siapa pun kita, baik sebagai pemerintah, masyarakat maupun organisasi masyarakat sipil, bertanggung jawab untuk mengelola ekosistem.