Parapuan.co – Green job disebut akan booming di masa depan, tak hanya di Indonesia tetapi juga seluruh dunia.
Ini karena perubahan iklim terus menjadi diskusi hangat selama beberapa dekade dan dianggap semakin penting.
Sektor-sektor seperti energi terbarukan dan lingkungan hidup tumbuh pesat dan menciptakan lapangan kerja baru.
Hal itu pulalah yang membuat kebutuhan sumber daya manusia (SDM) terus meningkat.
Bahkan, CEO Google dan Alphabet Sundar Pichai mengumumkan pada 2020, bahwa proyek terkait iklim akan menciptakan lebih dari 20.000 pekerjaan terkait industri dan energi bersih pada 2025.
Banyak negara dan institusi internasional merilis definisi tentang green job. Meski kata-katanya mungkin berbeda, intinya tetap sama.
Coaction Indonesia (organisasi yang mendorong terjadinya transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan), menyerap definisi yang dikeluarkan oleh International Labour Organization (ILO) pada 2007.
Mereka mendefinisikan green job sebagai pekerjaan yang layak, dan berkontribusi terhadap kelestarian.
Lantaran green job merupakan hasil dari praktik ekonomi hijau (green economy), maka pekerjaan ini juga harus inklusif secara sosial.
Pekerjaannya sendiri bisa dari sektor tradisional, termasuk manufaktur dan konstruksi, dan bisa juga dari sektor baru, seperti energi terbarukan dan efisiensi energi.
Menurut peneliti Coaction Indonesia, Siti Koiromah, seperti yang sudah ditetapkan oleh ILO, green job memiliki 5 tujuan.
Yaitu, melindungi dan memulihkan ekosistem, meningkatkan efisiensi energi dan bahan baku, meminimalkan limbah dan polusi dari proses produksi, membatasi emisi gas rumah kaca, dan mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim.
Lantas, apa alasan yang menyebabkan green job semakin booming? Berikut keterangannya tertera sebagaimana dalam press rilis yang diterima PARAPUAN!
1. Kesadaran masyarakat tentang isu perubahan iklim meningkat
Kita bisa sama-sama melihat bahwa kesadaran masyarakat meningkat dalam hal menjaga lingkungan.
Hal ini mendorong tumbuhnya usaha kecil yang juga berkontribusi terhadap lingkungan.
Contohnya, usaha yang memanfaatkan limbah, seperti mendaur ulang kemasan sabun menjadi tas atau memproduksi kertas daur ulang.
Koiromah menyoroti, saat ini kian banyak perusahaan yang memiliki divisi sustainability.
Itu berarti perusahaan tersebut sudah memiliki pandangan ke depan untuk terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan.
Dengan adanya divisi sustainability, perusahaan harus patuh terhadap berbagai regulasi yang terkait keberlanjutan, misalnya proses produksi ataupun bahan baku.
“Perusahaan bisa meyakinkan konsumen bahwa operasional perusahaan mereka meminimalkan perusakan terhadap lingkungan,” kata Koiromah.
“Limbah juga menjadi sangat minimal. Bisa jadi akan semakin banyak industri yang akan menerapkan prinsip sustainability seperti itu,” imbuhnya.
Namun, ia mengamati, pekerja di industri daur ulang sering kali merupakan orang yang pendidikannya rendah, sehingga penghasilannya belum bisa dibilang layak.
Padahal, kontribusinya terhadap lingkungan sangat besar. Sementara, syarat green job adalah suatu pekerjaan harus layak secara ekonomi.
Artinya, orang tersebut harus mendapatkan penghasilan yang baik agar dapat hidup sejahtera.
Misalnya, mendapat asuransi dan tidak bekerja melampaui jam normal, sehingga ia mendapatkan hak yang sesuai dengan kewajibannya.
2. Menyebar di banyak bidang
Green job bisa meliputi jenis pekerjaan di bidang yang umum, misalnya sebagai tenaga marketing, dan bekerja di organisasi yang berfokus pada konservasi.
Koiromah menjelaskan, selama tenaga marketing memasarkan produk yang memiliki jasa terhadap kelestarian lingkungan, misalnya solar panel, maka pekerjaan itu termasuk kategori green job.
Atau, ketika seseorang pada praktiknya menerapkan efisiensi bahan baku, maka pekerjaannya juga termasuk green job.
Ia juga menegaskan, selama memenuhi salah satu tujuan dari green job yang sudah ditetapkan ILO, berarti suatu sektor atau pekerjaan termasuk dalam kategori green job.
Koiromah menambahkan, jenis pekerjaan apa pun bisa diadaptasi menjadi green job.
Seorang pendongeng sekalipun bisa masuk kategori green job, kalau materi ceritanya mengandung unsur yang berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.
3. Terdorong oleh green economy
World Economy Forum: Future of Jobs pada 2016 mengungkap bahwa sektor energi dan berbagai industri di seluruh dunia mulai beralih ke green economy.
Hal ini terjadi karena ada isu tentang perubahan iklim dan kekhawatiran dunia akan ketersediaan sumber daya alam.
Menurut Koiromah, green economy berarti aktivitas ekonomi yang tidak mengabaikan lingkungan.
Artinya, sebuah perusahaan tidak melakukan praktik ekstraksi yang berlebihan dan selalu mempertimbangkan dampak aktivitasnya terhadap lingkungan.
“Implikasinya, tingkat kesejahteraan dalam perusahaan maupun secara makro akan meningkat. Selain itu, ekonomi hijau juga membuka kesempatan bagi seluruh kalangan, termasuk kaum marjinal,” terang Koiromah.
4. Terciptanya jenis pekerjaan baru
Coaction Indonesia mencoba menghitung kebutuhan tenaga kerja langsung di energi terbarukan berdasarkan kapasitas terpasang dalam target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional).
Koiromah menguraikan, pada 2030 akan dibutuhkan lebih dari 430.000 tenaga kerja langsung.
Yaitu, tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses pembangunan pembangkit untuk menghasilkan energi listrik dengan energi terbarukan.
Antara lain, tenaga kerja untuk feasibility study, mendesain pembangkit, teknisi, petugas operasional dan perawatan, serta pekerja yang membangun pembangkit.
Dari pembangunan itu, tumbuh juga pekerjaan yang tidak langsung dan yang terinduksi, seperti sales engineer, analis, legal, dan konsultan.
“Di sektor energi, green job akan semakin booming. Jumlah tenaga kerja yang berkaitan dengan fosil akan menurun,” ungkap Koiromah lagi.
“Sebab, banyak perusahaan akan beralih ke energi terbarukan. Maka, pada 2050 nanti, diperkirakan akan ada lebih dari 1 juta green job yang tercipta dari sektor energi.”
Ia menjelaskan, nantinya akan ada pekerjaan yang benar-benar hilang, karena industrinya akan lenyap.
Contohnya adalah para tenaga kerja di industri plastik, jika sudah benar-benar dilarang.
Di samping itu, ketika nanti batubara tak boleh lagi digunakan, pekerjaan yang terkait penambangan batu bara juga akan hilang.
Sebaliknya, akan muncul sederet pekerjaan baru yang tercipta, ketika kita memasuki ekonomi hijau.
5. Semua generasi bergerak
Sejumlah riset mengungkap bahwa generasi milenial punya ketertarikan khusus terhadap lingkungan hidup.
Namun, Koiromah melihat, yang terlibat dalam green job tidak hanya generasi milenial.
Jajaran direktur perusahaan pembangkit listrik, misalnya, bisa jadi punya ketertarikan terhadap lingkungan.
Menurut Koiromah, banyak peluang untuk masuk ke green job tanpa melihat generasinya.
Ketika berpindah ke energi terbarukan, para direktur ini punya pemikiran dan skill yang dibutuhkan.
Pasalnya, sebenarnya hard skill untuk pekerjaan konvensional maupun green job akan sama saja.
Mereka hanya perlu menambah atau mengasah skill, serta upgrade pengetahuan.
Wah, Kawan Puan harus mulai memikirkan green job seperti apa yang bakal laris manis dalam beberapa tahun ke depan, nih! (*)
Sumber: www.grid.id