KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Isu perubahan iklim telah menjadi diskusi hangat selama beberapa dekade dan dianggap semakin penting seiring makin banyaknya bencana serta cuaca ekstrem.
Tak mengherankan, sektor-sektor seperti energi terbarukan, lingkungan dan kehutanan tumbuh pesat dan menciptakan lapangan kerja baru dan kebutuhan sumber daya manusia yang terus meningkat.
Bahkan CEO Google dan Alphabet Sundar Pichai mengumumkan tahun lalu bahwa proyek terkait iklim akan menciptakan lebih dari 20.000 pekerjaan terkait industri dan energi bersih pada tahun 2025.
Presiden Amerika Serikat (AS) juga telah meluncurkan rencana baru untuk secara drastis mengurangi emisi gas rumah kaca AS dan menciptakan pekerjaan bergaji tinggi untuk memerangi perubahan iklim atau dikenal dengan istilah green job.
Banyak negara dan institusi internasional merilis definisi tentang green job. Meski kata-katanya mungkin berbeda, intinya tetap sama.
Coaction Indonesia menyerap definisi yang dikeluarkan oleh International Labour Organization (ILO) pada 2007 dan mendefinisikan green job sebagai pekerjaan yang layak dan berkontribusi terhadap kelestarian.
Mengingat green jobs merupakan hasil dari praktik ekonomi hijau (green economy) maka pekerjaan ini juga harus inklusif secara sosial.
Menurut peneliti Coaction Indonesia, Siti Koiromah, green job memiliki 5 tujuan, yaitu melindungi dan memulihkan ekosistem, meningkatkan efisiensi energi dan bahan baku, meminimalkan limbah dari proses produksi dan polusi yang dihasilkan, membatasi emisi gas rumah kaca dan mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim
Dari berbagai penelitian, green job ini akan semakin booming di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ini alasannya menurut Koiromah:
1. Kesadaran masyarakat tentang isu perubahan iklim meningkat
Kesadaran masyarakat meningkat dalam hal menjaga lingkungan. Hal ini mendorong tumbuhnya usaha kecil yang juga berkontribusi terhadap lingkungan. Koiromah menyoroti, saat ini kian banyak perusahaan yang memiliki divisi sustainability. Itu berarti perusahaan tersebut sudah memiliki pandangan ke depan untuk terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan.
“Perusahaan yang menerapkan prinsip keberlanjutan juga mempunyai nilai plus. Mereka bisa meyakinkan konsumen bahwa operasional perusahaan mereka meminimalkan perusakan terhadap lingkungan. Limbah juga menjadi sangat minimal. Bisa jadi akan semakin banyak industri yang akan menerapkan prinsip sustainability seperti itu,” kata Koiromah.
Namun, ia mengamati bahwa pekerja di industri daur ulang sering kali merupakan orang yang pendidikannya rendah sehingga penghasilannya belum bisa dibilang layak. Sementara, syarat green job adalah suatu pekerjaan harus layak secara ekonomi. Artinya, orang tersebut harus mendapatkan penghasilan yang baik agar dapat hidup sejahtera. Misalnya, mendapat asuransi dan tidak bekerja melampaui jam normal. Inilah yang disebut green job dan terus didorong oleh Coaction Indonesia.
2. Menyebar di banyak bidang
Koiromah menjelaskan, pekerjaan yang tergolong green job luas. Selama tenaga marketing itu berusaha memasarkan produk yang memiliki jasa terhadap kelestarian lingkungan atau pada praktiknya menerapkan efisiensi bahan baku maka pekerjaan itu termasuk kategori green job.
Ia menegaskan, selama memenuhi salah satu tujuan dari green job yang sudah ditetapkan ILO, berarti suatu sektor atau pekerjaan termasuk dalam kategori green job. Pekerjaan apa pun bisa diadaptasi menjadi green job. Seorang pendongeng sekalipun bisa masuk kategori green job, kalau materi ceritanya mengandung unsur yang berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.
3. Terdorong oleh green economy
Kajian dari World Economy Forum: Future of Jobs pada tahun 2016 mengungkap bahwa sektor energi dan berbagai industri di seluruh dunia mulai beralih ke green economy. Hal ini terjadi karena ada isu tentang perubahan iklim dan kekhawatiran dunia akan ketersediaan sumber daya alam.
Menurut Koiromah, green economy berarti aktivitas ekonomi yang tidak mengabaikan lingkungan. Artinya, sebuah perusahaan tidak melakukan praktik ekstraksi yang berlebihan dan selalu mempertimbangkan dampak aktivitasnya terhadap lingkungan dan juga berkontribusi padapertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Saatnya #TimeforActionIndonesia. Karena melesatnya popularitas mobil listrik sebagai kendaraan yang ramah lingkungan, sejumlah perusahaan raksasa ramai-ramai memproduksi mobil listrik. Tapi, karena harganya cukup tinggi, diperkirakan ke depan akan tumbuh usaha yang mengubah mobil dan motor konvensional menjadi mobil dan motor listrik.
Tak ketinggalan, ada pula yangmembuat teknologi daur ulang baterai lithium-ion untuk digunakan kembali pada motor maupun mobil listrik. Selain itu, ada yang membangun instalasi untuk charging station. Usaha seperti ini membuka peluang terciptanya green job di sektor transportasi.
4. Terciptanya jenis pekerjaan baru
Coaction Indonesia mencoba menghitung kebutuhan tenaga kerja langsung di energi terbarukan berdasarkan kapasitas terpasang dalam target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional). Koiromah menguraikan, pada 2030 akan dibutuhkan lebih dari 430.000 tenaga kerja langsung yaitu tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses pembangunan pembangkit untuk menghasilkan energi listrik dengan energi terbarukan.
Kebutuhan itu diantaranya tenaga kerja untuk feasibility study, mendesain pembangkit, teknisi, petugas operation & maintenance, dan pekerja yang membangun. Dari pembangunan itu, tumbuh juga pekerjaan yang tidak langsung maupun yang terinduksi, seperti sales engineer, analis, legal dan konsultan.
“Di sektor energi, green job akan semakin booming. Jumlah tenaga kerja yang berkaitan dengan fosil akan menurun. Sebab, banyak perusahaan akan beralih ke energi terbarukan. Maka, pada 2050 nanti, diperkirakan akan ada lebih dari 1 juta green job yang tercipta dari sektor energi. Dan, itu merupakan pekerjaan langsung. Belum lagi pekerjaan tidak langsung dan pekerjaan terinduksi yang tergenerate,” kata Koiromah.
Ia menjelaskan, nantinya akan ada pekerjaan yang benar-benar hilang, karena industrinya akan lenyap. Sebaliknya, akan muncul sederet pekerjaan baru yang tercipta ketika kita memasuki ekonomi hijau.
5. Semua generasi bergerak
Sejumlah riset mengungkap bahwa generasi milenial punya ketertarikan khusus terhadap lingkungan hidup sehingga mereka menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan.
Namun, Koiromah melihat, yang terlibat dalam green job tidak hanya generasi milenial. Jajaran direktur perusahaan pembangkit listrik, misalnya, bisa jadi punya ketertarikan terhadap lingkungan atau ketertarikan itu didorong oleh regulasi. Secara usia, generasi mereka berada di atas generasi milenial.
Menurut Koiromah, banyak peluang untuk masuk ke green job tanpa melihat generasinya dan yang perlu dilakukan kemudian adalah menambah kapasitas diri.
Ketika berpindah ke energi terbarukan, para direktur ini punya pemikiran dan skill yang dibutuhkan karena sebenarnya hard skill untuk pekerjaan konvensional maupun green job akan sama saja. “Mereka hanya perlu menambah atau mengasah skill, serta upgrade pengetahuan,” pungkasnya.
Sumber: www.kontan.co.id
Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto