Jakarta: Banyak yang belum mengenal apa itu green job. Secara sederhana, peneliti Coaction Indonesia, Siti Koiromah, mengatakan green job memiliki lima tujuan.
Pertama melindungi dan memulihkan ekosistem; kedua meningkatkan efisiensi energi dan bahan baku; ketiga meminimalkan limbah dari proses produksi dan polusi yang dihasilkan; keempat membatasi emisi gas rumah kaca; dan kelima mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim.
Dari berbagai penelitian, Koiromah yakin green job ini akan semakin booming. Tak hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia. Apa saja alasannya?
1. Kesadaran masyarakat tentang isu perubahan iklim meningkat
Kesadaran masyarakat meningkat dalam hal menjaga lingkungan. Hal ini mendorong tumbuhnya usaha kecil yang juga berkontribusi terhadap lingkungan. Contohnya, usaha yang memanfaatkan limbah. Seperti mendaur ulang kemasan sabun menjadi tas atau memproduksi kertas daur ulang.
Saat ini banyak perusahaan yang memiliki divisi sustainability. Itu berarti perusahaan tersebut sudah memiliki pandangan ke depan untuk terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan. Dengan adanya divisi sustainability, suatu perusahaan harus patuh terhadap berbagai regulasi yang terkait keberlanjutan. Misalnya, proses produksi ataupun bahan baku.
“Perusahaan yang menerapkan prinsip keberlanjutan juga mempunyai nilai plus. Mereka bisa meyakinkan konsumen bahwa operasional perusahaan mereka meminimalkan perusakan terhadap lingkungan. Limbah juga menjadi sangat minimal. Bisa jadi akan semakin banyak industri yang akan menerapkan prinsip sustainability seperti itu,” kata Koiromah melalui keterangan tertulis, Selasa, 4 Januari 2022.
Namun, ia mengamati pekerja di industri daur ulang sering kali merupakan orang yang pendidikannya rendah, sehingga penghasilannya belum bisa dibilang layak. Padahal, kontribusinya terhadap lingkungan sangat besar. Sementara, syarat green job adalah suatu pekerjaan harus layak secara ekonomi.
Artinya, orang tersebut harus mendapatkan penghasilan yang baik agar dapat hidup sejahtera. Misalnya, mendapat asuransi dan tidak bekerja melampaui jam normal.
Dengan begitu, ia mendapatkan hak yang sesuai dengan kewajibannya. “Inilah yang disebut green job dan terus didorong oleh Coaction Indonesia,” kata dia.
2. Tersebar di banyak bidang
Banyak pertanyaan yang mengemuka terkait profesi dan jenis pekerjaan yang termasuk dalam green job. Seandainya bekerja di bidang yang umum seperti tenaga marketing atau bekerja di organisasi yang berfokus di bidang konservasi, apakah pekerjaan kita tergolong green job?
Koiromah menjelaskan selama tenaga marketing itu berusaha memasarkan produk yang memiliki jasa terhadap kelestarian lingkungan, maka pekerjaan itu termasuk kategori green job. Atau ketika seseorang pada praktiknya menerapkan efisiensi bahan baku, maka pekerjaannya juga termasuk green job.
“Seorang pendongeng pun bisa masuk kategori green job kalau materi ceritanya mengandung unsur yang berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan,” kata dia.
3. Terdorong oleh green economy
Kajian dari World Economy Forum: Future of Jobs pada 2016 mengungkap bahwa sektor energi dan berbagai industri di seluruh dunia mulai beralih ke green economy. Hal ini terjadi karena ada isu tentang perubahan iklim dan kekhawatiran dunia akan ketersediaan sumber daya alam.
Menurut Koiromah, green economy berarti aktivitas ekonomi yang tidak mengabaikan lingkungan. Artinya, sebuah perusahaan tidak melakukan praktik ekstraksi yang berlebihan dan selalu mempertimbangkan dampak aktivitasnya terhadap lingkungan dan juga berkontribusi padapertumbuhan ekonomi yang signifikan.
“Implikasinya, tingkat kesejahteraan dalam perusahaan maupun secara macro akan meningkat. Selain itu, ekonomi hijau juga membuka kesempatakan seluruh kalangan termasuk kaum marjinal,” kata dia.
4. Terciptanya jenis pekerjaan baru
Coaction Indonesia mencoba menghitung kebutuhan tenaga kerja langsung di energi terbarukan berdasarkan kapasitas terpasang dalam target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Koiromah menguraikan pada 2030 dibutuhkan lebih dari 430 ribu tenaga kerja langsung, yaitu tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses pembangunan pembangkit untuk menghasilkan energi listrik dengan energi terbarukan.
Dari pembangunan itu, tumbuh juga pekerjaan yang tidak langsung maupun yang terinduksi, seperti sales engineer, analis, legal, dan konsultan. Jumlah tenaga kerja yang berkaitan dengan fosil akan menurun. Sebab, banyak perusahaan akan beralih ke energi terbarukan.
“Maka, pada 2050 diperkirakan ada lebih dari 1 juta green job yang tercipta dari sektor energi. Dan itu merupakan pekerjaan langsung. Belum lagi pekerjaan tidak langsung dan pekerjaan terinduksi yang tergenerate,” kata Koiromah.
5. Semua generasi bergerak
Sejumlah riset mengungkap bahwa generasi milenial punya ketertarikan khusus terhadap lingkungan hidup. Karena itu, mereka menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan. Namun, Koiromah melihat yang terlibat dalam green job tidak hanya generasi milenial.
Banyak peluang untuk masuk ke green job tanpa melihat generasinya. Yang perlu dilakukan kemudian adalah menambah kapasitas diri. Sama seperti mahasiswa yang baru lulus kuliah. Ketika diterima di satu perusahaan, ia akan diberi berbagai training oleh perusahaan agar memiliki skill yang tepat.
Ketika berpindah ke energi terbarukan, para direktur ini punya pemikiran dan skill yang dibutuhkan. Karena, sebenarnya hard skill untuk pekerjaan konvensional maupun green job akan sama saja. Mereka hanya perlu menambah atau mengasah skill serta upgrade pengetahuan.
“Karena green job berarti melakukan praktik yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Orang yang melakoni pekerjaan itu perlu memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup,” kata dia.
(UWA)
Sumber: medcom.id