Ilustrasi satu poster yang menyerukan pentingnya restorasi alam/Freepik
Dalam menghadapi tantangan besar terkait degradasi lingkungan dan polusi, inovasi berbasis alam seperti bioremediasi dan restorasi ekosistem menawarkan solusi yang efektif dan berkelanjutan.
GREEN JOBS.ID—Kemajuan dalam ilmu lingkungan telah membuka jalan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh manusia. Dengan menggunakan organisme hidup seperti bakteri, tanaman, dan mikroba, bioremediasi memberikan solusi berbasis alam yang efektif dalam menangani limbah beracun, pencemaran tanah, dan air. Di sisi lain, restorasi ekosistem berfokus pada memulihkan keseimbangan alam dengan membangun kembali habitat yang rusak dan memastikan keberlanjutan jangka panjang. Kemajuan di bidang ini menekankan potensi besar alam untuk membantu manusia dalam mengatasi tantangan lingkungan yang mendesak.
Bioremediasi: Menggunakan Alam untuk Membersihkan Pencemaran
Bioremediasi adalah proses yang memanfaatkan organisme hidup, terutama mikroba dan tanaman, untuk mendegradasi atau menetralisasi polutan di lingkungan. Bioremediasi telah terbukti sangat efektif dalam menghilangkan bahan kimia beracun seperti hidrokarbon, pestisida, logam berat, dan minyak dari tanah dan air. Teknik ini lebih ramah lingkungan dibandingkan metode tradisional seperti pembakaran atau penggalian tanah, yang sering kali merusak ekosistem sekitarnya.
Ada dua jenis bioremediasi yang telah diterapkan di berbagai belahan dunia, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Bioaugmentasi adalah penambahan mikroba tertentu ke dalam lingkungan yang tercemar untuk mempercepat proses degradasi polutan, sedangkan biostimulasi adalah meningkatkan aktivitas mikroba yang sudah ada dengan menambahkan nutrisi atau oksigen untuk mempercepat proses degradasi polutan.
Salah satu contoh sukses penerapan bioremediasi saat terjadi tumpahan minyak di perairan Balikpapan yang menyebabkan terbentuknya lumpur minyak yang mencemari pantai dan laut pada 2018. Pertamina bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengatasi lumpur minyak tersebut dengan menggunakan teknologi bioremediasi.
Restorasi Ekosistem: Membangun Kembali Ekosistem yang Rusak
Ilustrasi dua peneliti merestorasi lahan basah/Freepik
Restorasi ekosistem merupakan upaya sistematis untuk mengembalikan habitat yang rusak atau terdegradasi ke keadaan alaminya. Upaya ini mencakup rehabilitasi lahan akibat aktivitas manusia seperti pertanian intensif, penebangan hutan, dan pembangunan infrastruktur. Menurut laporan dari United Nations Environment Programme (UNEP), restorasi ekosistem sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan kapasitas ekosistem untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Restorasi ekosistem dapat dilakukan dengan memungkinkan regenerasi alami ekosistem yang dieksploitasi secara berlebihan. Misalnya, dengan menanam pohon. Restorasi ekosistem dapat menghilangkan hingga 26 gigaton gas rumah kaca dari atmosfer.
Restorasi ekosistem dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada kondisi lingkungan dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut beberapa metode yang umum digunakan.
- Metode Regenerasi Alami. Upaya pemulihan ini bergantung pada proses alami, termasuk pemulihan ekosistem secara spontan tanpa campur tangan manusia secara langsung. Metode ini termasuk dalam tipe Intervensi Minimal atau Tanpa Intervensi.
- Metode Regenerasi Terbantu. Intervensi manusia mendukung pemulihan ekosistem secara alami, dengan menyebarkan benih atau menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan vegetasi asli. Metode ini berfokus pada strategi yang berorientasi pada konservasi dan termasuk dalam tipe Konservasi serta Pengelolaan dengan Intervensi Moderat.
- Konservasi. Strategi pemulihan yang berorientasi pada konservasi memprioritaskan pelestarian dan perlindungan ekosistem yang ada, dengan fokus pada pemeliharaan integritas dan perlindungan keanekaragaman hayati. Metode ini juga termasuk dalam tipe Konservasi dan Pengelolaan dengan Intervensi Moderat.
- Rehabilitasi Ekosistem. Pendekatan ini melibatkan rehabilitasi ekosistem secara aktif dengan memulihkan struktur, fungsi, dan proses ekologisnya, sering kali melalui aktivitas seperti rekonstruksi habitat dan pengelolaan hidrologi. Metode ini termasuk dalam tipe Penciptaan Ekosistem Baru.
Salah satu contoh restorasi ekosistem yang signifikan adalah Proyek Restorasi Ekosistem Sungai Yangtze di Tiongkok. Upaya restorasi ini melibatkan pengelolaan ulang sistem irigasi, pemulihan habitat ikan, serta pelestarian lahan basah di sekitar sungai. Proyek ini tidak hanya memulihkan ekosistem air tawar yang penting bagi kehidupan satwa liar, tetapi juga menguntungkan masyarakat lokal dengan meningkatkan kualitas air dan mencegah banjir.
Kemajuan Teknologi dalam Bioremediasi dan Restorasi Ekosistem
Ilustrasi peneliti menggunakan teknologi bioinformatika/Freepik
Kemajuan teknologi memainkan peran penting dalam mendorong efektivitas bioremediasi dan restorasi ekosistem. Sebuah penelitian mengenai peran mikroorganisme dalam bioremediasi limbah lingkungan yang diterbitkan di jurnal ilmiah global, Frontiers, menunjukkan bahwa mikroba banyak digunakan dalam bioremediasi karena pertumbuhannya yang cepat dan kemampuannya untuk dimanipulasi dengan mudah, sehingga meningkatkan fungsinya sebagai agen bioremediasi. Berbagai kelompok bakteri, jamur, dan alga telah digunakan untuk membersihkan berbagai polutan lingkungan. Namun, ada pertimbangan penting dalam penggunaan mikroba sebagai agen bioremediasi. Jika enzim atau mikroba diaplikasikan langsung ke tanah, enzim atau mikroba tersebut dapat mati atau kehilangan potensinya sebelum proses remediasi dimulai. Oleh karena itu, kombinasi enzim atau mikroba tersebut dengan agen lain, seperti nanopartikel, dapat meningkatkan aktivitasnya.
Di bidang restorasi ekosistem, penggunaan drone dan pengindraan jauh memungkinkan para peneliti untuk memantau kondisi lingkungan dengan lebih akurat dan mempercepat proses penanaman kembali di kawasan luas. Laporan Mongabay menunjukkan bahwa drone telah digunakan untuk menanam ribuan bibit pohon di wilayah yang sulit dijangkau, seperti daerah pegunungan dan lahan gambut, sehingga mempercepat proses restorasi hutan. Teknologi lainnya seperti biosensor digunakan untuk memantau kontaminan di lingkungan nyata. Dengan biosensor, efek berbahaya dari kontaminan terhadap manusia, flora, dan fauna dapat diketahui.
Restorasi Ekosistem sebagai Bagian dari Solusi Krisis Iklim
Restorasi ekosistem juga dianggap sebagai solusi penting dalam mengatasi krisis iklim. Ekosistem yang sehat memiliki kapasitas besar untuk menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal penelitian internasional mengenai sains, Nature Communications, mengungkapkan bahwa penghijauan, reboisasi, pembasahan kembali lahan basah yang dikeringkan, dan pemulihan padang rumput yang terdegradasi dapat secara efektif mengurangi emisi gas rumah kaca.
Krisis iklim akibat degradasi lahan dapat diatasi apabila setiap orang mengambil bagian dalam restorasi ekosistem. Masalah degradasi lahan ini mendorong Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan tahun 2021—2030 sebagai Dekade Restorasi Ekosistem (UN Decade on Ecosystem Restoration). Dekade Restorasi Ekosistem ini bertujuan untuk mencegah, menghentikan, dan membalikkan degradasi ekosistem di setiap benua dan di setiap lautan. Upaya yang dilakukan dalam 10 tahun ini dapat membantu mengakhiri kemiskinan, memerangi perubahan iklim, dan mencegah kepunahan massal.